Proses
Penciptaan Menurut Kitab Rgveda
Donder (2007) menguraikan
bahwa untuk memperoleh jawaban yang benar atas segala sesuatu, maka dalam
Hinduisme menggunakan pendekatan strata atau hirarkhi sumber-sumber kebenaran
atau strata hukum kebenaran. Adapun strata tersebut sebagaimana diuraikan dalam
kitab suci Manawa Dharmasastra II.6, 10, 12, 14 yaitu (1) Sruti (wahyu) yang
terdapat dalam Catur Veda; (2) Smrti (tafsir, ingatan); (3) Acara; (4)
Sadacara; (5) Atmanastuti. Tunduk pada strata hukum kebenaran tersebut, maka
uraian tentang penciptaan dalam buku kosmologi ini juga memulai dengan
penelusuran pada mantram-mantram yang terdapat dalam kitab suci Catur Veda.
Veda diyakini sebagai nafas-Nya Tuhan dan juga sebagai kata-kata-Nya Tuhan,
karena itu maka uraian tentang penciptaan alam semesta ini diyakini berdasarkan
kata-kata (sabda, wahyu) Tuhan.
Dalam buku karya kompilasi
yang berjudul “Ilmu, Etika, dan Agama” (Menyingkap Tabir Alam dan Manusia), Dr.
I Made Titib, Ph.D (2006) seorang doktor Vedik dan doktor Kajian Budaya,
menulis tentang “Penciptaan Jagat Raya Menurut Hindu dan Tanggapan Terhadap
Teori-teori Ilmiah Baru”. Pada karya tersebut Titib menguraikan tentang makna
mantram-mantram RgVeda yang dapat dirujuk sebagai konsep dan rumusan dasar
dalam memahami proses penciptaan alam semesta berdasarkan Hinduisme (Veda).
Titib (2006, 168-169) menterjemahkan beberapa mantram Nasadiyasukta ‘Terjadinya Alam Semesta’ (Rgveda X. 129.
1-7) sebagaimana dapat dilihat dalam uraian berikut ini.
Pada
waktu itu, tidak ada makhluk (eksistensi) maupun non makhluk (non eksistensi);
pada waktu itu tidak ada atmosfir dan juga tidak ada lengkung langit di
luarnya. Pada waktu itu apakah yang menutupi, dan di mana? Apakah air yang tak
terduga dalamnya yang ada di sana. (RgVeda X.129.1)
Waktu
itu tidak ada kematian, pun juga tidak ada kehidupan (makhluk), tidak ada tanda
yang menandakan siang dan malam. Yang Maha Esa bernafas tanpa nafas menurut
kekuatannya sendiri. Bernafas menurut kekuatan-Nya sendiri. Diluar dia tidak
ada apapun juga. (RgVeda X.129.2)
Pada
mula pertama kegelapan ditutupi kegelapan. Semua yang ada ini adalah
keterbatasan yang tak dapat dibedakan. Yang ada pada waktu itu adalah
kekosongan dan yang tanpa bentuk. Dengan tapas
(tenaga panas) yang luar biasa lahirlah kesatuan yang kosong. (RgVeda
X.129.3)
Pada
awal mulanya keinginan (Tuhan) menjadi bermanifestasi yang merupakan benih awal
dan benih semangat. Para rsi setelah meditasi dalam hatinya menemukan dengan
kearifannya hubungan antara eksistensi dan non eksistensi. (RgVeda X.129.4)
Sinarnya
terentang keluar, apakah ia melintang, apakah ia di bawah atau di atas.
Kemudian ada kemampuan memperbanyak diri dan kekuatan yang luar bisa
dahsyatnya, materi gaib ke sini dan energi ke sana. (RgVeda X.129.5)
Siapa
yang sungguh-sungguh mengetahui dan memaparkannya di sini, dari manakah
datangnya alam semesta yang menjadi ada ini? Orang-orang bijaksana lebih
belakang dari ciptaan alam semesta ini, karena itu siapakah yang mengetahui
dari mana munculnya (ciptaan) ini. (RgVeda X.129.6)
Sesungguhnya
Dia telah menciptakan alam semesta ini, serta mengendalikannya (di dalam
kekuasaan-Nya). Dia yang mengawasi alam semesta ini berada di atas angkasa yang
tak terhingga, sesungguhnya Dia mengetahui alam semesta ini seluruhnya dan “wahai
manusia” janganlah mengakui eksistensi lain yang mana pun sebagai Pencipta alam
semesta ini. (RgVeda X.129.7)
Selain tujuh mantram tersebut
di atas, Titib (2006: 169-170) juga menunjuk mantram lainnya yang dapat
memberikan petunjuk atau informasi tentang siapa, dengan apa, dan bagaimana
proses penciptaan alam semesta ini dapat terwujud. Hal tersebut dapat dilihat
pada mantram berikut :
Tuhan
Maha pencipta, yang memancarkan cahaya-Nya dalam berbagai wujud, dan yang
selalu menganugerahkan kebajikan kepada semua ciptaan-Nya. Yang Maha Bercahaya
menerangi jagat raya, sorga, dan selalu bercahaya di luar Fajar.(Rgveda V.81.2).
Segala
sesuatu merupakan ekspresi pancaran dari segala cahaya. Ia yang muncul dari
keadaan Gelap (malam Brahma). Ia yang sangat mengagumkan, Ia yang membentang
sangat jauh dan mengejawantahkan diri- Nya.(Rgveda III.26.7).
Selanjutnya Titib (2006: 170)
mengutip pendapat Reddy, bahwa di dalam Rgveda 1.113.1 dinyatakan alam semesta
sebagai Wujud Yang Agung (Supreme Form). Hal tersebut merujuk kepada tiga
kondisi yang Maha Suci, yaitu ; status caratham, jagatas tasthustas, dan
amrtam, yakni (1) yang tidak bergerak dan kekal abadi dan yang berubah-ubah,
(2) yang tidak terbatas dan yang terbatas, dan (3) yang hidup abadi dan fana.
Selanjutnya Titib memberikan deskripsi lebih luas melalui argumentasi yang
merujuk pada mantram Rgveda X.190.1 sebagai mana uraiannya bahwa; kekuatan
aktif yang bersinar terang benderang merupakan kuasa Tuhan Yang Maha Esa,
bermanifestasi melalui hukum-Nya yang abadi, tercipta bersama dengan kuasa
material alam semesta, dari sana malam (sesudah alam penciptaan berlangsung)
maka alam semesta terwujud. Dari sana pula samudera atmosfir yang mengandung
prinsip-prinsip kosmik menjadi terwujud. Berdasarkan uraian diatas dapat
dinyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa melalui kekuatan tapas-Nya memancarkan
energi (cahaya) dari kegelapan yang pekat dan kosong, kemudian atas
kehendak-Nya berlangsung proses penciptaan yang berasal dari energi atau
cahaya-Nya yang maha dahsyat itu.
Selain uraian diatas, lebih
jauh tentang proses penciptaan alam semesta (Titib, 2006: 170-171) menunjuk 16
mantram yang dapat memberi petunjuk tentang bagaimana Veda mendeskripsikan
tentang penciptaan alam semesta ini, mantram-mantram tersebut adalah mantram
Rgveda X.90.1-16, yang bunyinya sebagai berikut:
“Purusa
(Manusia Kosmos) berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, memenuhi
jagat raya, pada semua arah, mengisi seluruh angkasa (1)’
“Sesungguhnya
Purusa adalah semua ini, semua yang ada sekarang dan yang akan datang, Dia
adalah raja keabadian yang terus membesar dengan makanan (2)’
“Demikian
hebat kebenaran-Nya, dan Purusa bahkan lebih besar dari ini. Semua wujud ini
adalah ¼ (seperemat) dari diri-Nya , ¾ (tiga perempat) lagi adalah keabadian
ada di sorga (3)’
“Tiga
perempat (3/4) dari purusa pergi membumbung jauh, seperempat (1/4) lagi berada
di alam ini yang berproses terus-menerus berselang-seling dalam berbagai wujud
yang bernyawa dan yang tidak bernyawa (4)’
“Dari
Dia Viraj ( Dia Yang Bercahaya ) lahir dan dari Viraj Dia kembali. Segera
setelah Dia lahir Dia mengembang ke seluruh penjuru, mengembang mengatasi alam
semesta (5)’
“Ketika
para Dewa mengadakan upacara korban dengan Purusa sebagai persembahan, maka
minyaknya adalah musim semi, kayu bakarnya adalah musim panas, dan sajian
persembahanya adalah musim gugur (6)’
“Mereka
mengorbankan sebagian korban pada rumput, Purusa yang lahir pada awal kejadian
alam semesta. Pada Dia para dewa dan semua sadhya dan para resi mempersembahkan
korban (7)’
“Dari
korban Purusa dipersembahkan keluarlah dadih dan mentega yang sudah bercampur.
Kemudian Dia jadikan binatang-binatang yang padanya berbeda. Baik binatang buas
maupun binatang yang jinak (8)’
“Dari
korban Purusa yang dipersembahkan, Rk (Rgveda) dan Sama (Samaveda) muncul. Dari
Dia lahirkah metrik, dari Dia lahirlah Yajus (Yayurveda) (9)’
“Dari
Dia lahirlah kuda dan binatang apa saja yang mempunyai gigi dua baris. Kemudian
sapi lahir dari Dia, dari Dia pula lahirnya kambing dan biri-biri (10)’
“Ketika
mereka (para Dewa) menjadikan Purusa sebagiankah dia ? Dan apakah mereka sebut
(diberikan nama) pada kaki-Nya (11)’
“Dari
mulut-Nya muncul Brahmana, dari lengan-Nya muncul Rajanya (Ksatriya), dari
paha-Nya muncul Vaisya dan Sudra muncul dari kaki-Nya (12)’
“Bulan
muncul dari pikiran-Nya, matahari muncul dari mata-Nya, Indra dan Dewa Agni
muncul dari mulut-Nya, dan Dewa Vayu muncul nafas-Nya (13)’
“Dari
pusat-Nya cakrawala ini muncul, dari kepala-Nya muncul langit, dari kaki-Nya
muncul bumi, dari telinga-Nya lahir keempat penjuru mata angin, demikianlah Dia
membentuk alam semesta ini (14)’
“Tujuh
pagar kelilingnya upacara korban, tiga kali enam potong kayu bakar disiapkan, ketika
para Dewa mempersembahkan upacara itu yang menjadikan Purusa sebagai korban
(15)’
“Dewa-dewa
dengan mengadakan upacara korban memuja Dia (Manusia Kosmos) yang juga
merupakan upacara korban itu. Dia Yang Agung mencapai sorga yang mulia tempat
para Sadhya, Dewa-dewa zaman dahulu (16)’
Titib (2006: 172) mengakhiri
rujukan srutiya dengan menghadiri mantram berikut; ‘pada awalnya terlahirlah
Hiranyagarbha, Dia yang demikian menunjukkan eksistensi-Nya menjadi raja dari
semua makhluk, Dia yang menyangga bumi dan sorga ( regveda X.121.1).
Jika saja para ilmuwan
bersikap jujur, maka para ilmuwan tidak dapat berkelid atas uraian
mantram-mantram di atas bahwa Veda memiliki deskripsi yang maha luas tentang
segala hal. Pantaslah Prof. Carl Sagan seorang kosmolog terkenal di dunia
memberikan pujian atau penghormatan yang sedemikian mendalamnya kepada Veda dan
Hinduisme. Semua benih gagasan kosmologi modern lahir dari Veda. Hal ini
membuktikan bahwa Agama Hindu bukan sebuah dogma juga bukan apologi. Semua
tindakan atau aktivitas Umat Hindu memiliki sumber rujukan yang komperensip.
Bila dicermati bunyi mantram
Rgveda X.90.14 di atas dapat diyakini bahwa mantram tersebutlah yang menjadi
cikal-bakal adanya istilah pemujaan kepada kaki (pada) Tuhan, dan memohon cucian
air dari kaki Tuhan (wangsuh pada), juga pemujaan pada prthivi atau bumi.
Dengan demikian bentuk pemujaan dalam Hinduisme memiliki landasan yang
komprehensip. Demikian pula jika diperhatikan bunyi mantram Rgveda X.90.15 pada
kalimat “tiga kali enam” potong kayu, hal ini mengisyaratkan tentang adanya
suatu bilangan sakral yakni (3x6 =18), bilangan ini jika dijumlah dengan deret
jumlah menjadi 1+8=9, suatu simbol angka (bilangan) sakral yakni jumlah
sembilan Dewa Nawasanga yang menguasai setiap arah mata angin.
Dari uraian mantram-mantram
di atas, maka dapat diketahui bahwa Kosmologi Hindu memiliki pijakan yang valid
karena bersumber dari sruti atau wahyu. Walaupun sesungguhnya mantram-mantram
di atas sudah sangat memadai untuk menggambarkan tentang keberadaan dan proses
keberadaan alam semesta ini, namun untuk memberikan keyakinan yang mantap dan
pantas kepada para pembaca, maka masih ditampilkan pula berbagai rujukan dari
kitab-kitab pendukung Veda.
Kesimpulan
Sebelum terciptakannya alam
semesta ini, tidak ada apa-apa. Sebelum alam semesta diciptakan hanya Sang
Hyang Widhi yang ada, Maha Esa dan tidak ada duanya. Alam semesta yang
diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa merupakan wujud pancaran
kemahakuasaan-Nya. Wibhuti adalah pancaran kemahakuasaan beliau melalui tapa.
Tapa adalah pemusatan tenaga pikiran yang terkeram sehingga menimbulkan panas
yang memancar. Dengan tapa, beliau menciptakan alam semesta ini beserta dengan isinya.
Penciptaan ini terjadi secara bertahap, dari unsur yang sangat halus menjadi
wujud yang keras dan kasar. Setelah semuanya ini tercipta, ke dalam ciptaan-Nya
itulah beliau meresap menjadi satu.
sungguh bermanfaat ,, Lanjutkan .
BalasHapusThanks
HapusSuksma dahat🙏🙏🙏🙏
BalasHapus